DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan di tingkap merapuh,
dipukul angin yang terpendam.
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan di tingkap merapuh,
dipukul angin yang terpendam.
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
_____________________________________________________________________________
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merusak, rimba jadi semati tugu.
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merusak, rimba jadi semati tugu.
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang.
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
___________________________________________________________________
HAMPA
Kepada Sri yang selalu sangsi
Sepi di luar, sepi menekan mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Kepada Sri yang selalu sangsi
Sepi di luar, sepi menekan mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Sepi memagut
Tak satu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencekung punda
Udara bertuba
Tak satu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencekung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti.
Maret 1943
_____________________________________________________________________
PENERIMAAN
Kalau kau mau, kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Jika kau mau kuterima kembali
Kalau kau mau, kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Jika kau mau kuterima kembali
Tapi untukku sendiri
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Maret 1943
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Maret 1943
_________________________________________________________________________
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau,
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang,
Dari kumpulannya terbuang.
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari,
Berlari,
Hingga hilang pedih peri,
Dan aku akan lebih tidak perduli,
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Maret 1943
________________________________________________________________________
PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tinggal, 17 Agustus 1945
Aku melangkah kedepan berada rapat disisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu dizatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
______________________________________________________________________________
DIPO NEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Februari 1943
__________________________________________________________________________
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
___________________________________________________________________________
PERJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu . . . . . . .
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
___________________________________________________________________________
Malam
Mulai kelam
belum buntu malam ,
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang . . . . . . . . . . . .
________________________________________________________________________
Nisan
Untuk nenekanda
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan betakhta.
_________________________________________________________________________
Penghidupan
Lautan maha dalam
mukul dentur selama
nguji tenaga pematang kita
mukul dentur selama
hingga hancur remuk redam
Kurnia Bahgia
kecil setumpuk
sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk.
Desember 1942
_________________________________________________________________
Tak Sepadan
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Februari 1943
___________________________________________________________________
By : Priscilla Putri Elizabeth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar