Senin, 01 Agustus 2011

Kehidupan Nh. Dini Kini

Hidup Seorang Nh Dini Sekarang, Uang Royalti Buku Telat, Jual Lukisan Untuk Berobat

Juni 16th, 2010 | 19:37
dini
Nh Dini (kiri) bersama Stephane Foin, Penasehat Kerjasama dan Aksi Kebudayaan Kedutaan Besar Perancis, Stephane Foin (berkacamata) serta Rektor ISI Yogyakarta Soeprapto Soejono (jas putih) saat pembukaan Pameran Tunggal Nh Dini "Alam Versi Hitam Putih" di LIP Yogyakarta, Jum'at (11/6)

Tanggal 11-25 Juni 2010 ini, masyarakat bisa melihat sisi lain kehidupan seorang sastrawan besar tanah air, Nurhayati Sri Hardini atau terkenal dengan nama Nh Dini: Pelukis. Nh Dini adalah nama besar sastrawan tanah air yang telah menulis dan menerbitkan cerpen, novel sejak tahun 1956.
Tak dinyana, pada tahun 50-an itu, wanita yang lahir di Sekayu, Semarang ini juga beraktivitas melukis. Memang tak seperti seniman pelukis biasanya yang menggunakan akrillik pada kanvas, Nh Dini lebih banyak menggunakan aquarel (cat air) pada kertas. Itu pun dilakukan untuk mengusir rasa emosi yang datang akibat penyakit Vertigonya muncul.
“Saya  menggambar kalau sedang sebel, apalagi kalau Vertigo kumat menghadapi komputer yang hanya sampai satu jam saja,” kata Nh Dini pada pembukaan pamerannya bertajuk “Alam Versi Hitam Putih” di LIP/CFF Yogyakarta, Jum’at (11/6).
Penyakit Vertigo serta Hepatitis B inilah yang sekarang cukup membuat repot hidup dan kehidupan seorang Nh Dini, penerima banyak penghargaan sastra dalam dan luar negeri ini. Untuk menyembuhkan Vertigo, Nh Dini harus melakukan pengobatan tusuk jarum. Sayangnya ia tidak cukup punya biaya untuk melakukan pengobatan ini.
Untuk memperoleh  biaya pengobatan, jadilah ia menyelenggarakan pameran bekerjasama dengan komunitas serta lembaga kebudayaan yang ada. Pameran seni rupa “Alam Versi Hitam Putih” yang diselenggarakan bekerjasama dengan LIP/CCF Yogyakarta ini adalah pameran tunggal ke-2nya.
Pameran tunggal pertama Nh Dini diselenggarakan tahun 2009 yang lalu di Taman Ismail Marzuki tepat pada hari ulang tahunnya oleh Komunitas Pembaca Indonesia.
Sebenarnya Nh Dini masih mempunyai hak untuk mendapatkan royalti dari buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit, tapi dana royalti tidak bisa diandalkan untuk mendapatkan uang karena pengiriman dana itu selalu terlambat satu setengah bulan. Itu pun (dana royalti) masih kurang untuk biaya pengobatan penyakitnya
“Saya menggambar memang untuk mencari uang, kalau tidak saya tidak bisa tusuk jarum,” kata wanita yang pernah menikah dengan warga Perancis.
Nh Dini tidak mau meminta bantuan anak-anaknya karena memang itu bukan “sistem” yang ia pakai. Ia juga tidak merasa nyaman kalau misalnya mau minta uang ternyata anak-anaknya juga membutuhkan uang tersebut.
“Saya malah sakit hati kalau meminta,” jelas Nh Dini.
Ini tentu menjadi kenyataan hidup menyedihkan bagi seorang Nh Dini yang pamor ke-sastra-annya masih bergaung hingga saat ini. Ternyata ia harus berhadapan dengan persoalan pelik dan mendasar, masalah keuangan.
Bagi Nh Dini, menggambar sangatlah membantu untuk meringankan beban hidupnya. Sayangnya hingga saat ini, belum banyak karya lukis yang bisa dipindahtangankan untuk memperoleh uang.
Nh Dini mengungkapkan  lukisan-lukisan yang ia ciptakan belum ada 10 buah yang terjual. “Kalau ada teman yang beli Rp 500 ribu saja saya kasih. Ngga mahal kok, karena saya memang butuh uang,” terang Nh Dini.
Sebagai sedikit dari sastrawan besar yang masih ada, wanita yang mewarisi bakat menulis dari Ibunya, Raden Ayu Kusaminah ini, mengeluhkan kurangnya perhatian negara terhadap sastrawan Indonesia.
Padahal negara lain seperti Malaysia memberikan perhatian cukup besar terhadap Nh Dini. Malaysia misalnya selain memberi gelar Sastrawan Negara sekaligus memberi uang kepadanya.
Nh Dini bisa saja menjadi warga negara Malaysia karena negara serumpun dengan Indonesia itu mau memberikan status kewarganegaraan Malaysia kepada Nh Dini. “ Kalau saya mau, Malaysia membuka tangan lebar-lebar untuk saya (pindah ke Malaysia). Tapi  saya masih punya harga diri untuk tetap tinggal di sini, di tanah kelahiran saya,” kata Dini.
Nh Dini bukannya tidak meminta bantuan kepada pemerintah untuk mendapatkan bantuan meringankan beban hidupnya sekarang ini. Karena ia memang sudah pernah melakukan hal tersebut. Namun usaha Nh Dini itu tidak membuahkan hasil.
Ia pernah mengirimkan surat kepada Presiden SBY dengan mengikutsertakan bukti undangan dari luar negeri untuk memberi bukti bahwa ia sering mendapat undangan menghadiri acara penulisan internasional atas nama Indonesia.
Surat kepada SBY itu berisi permohonan bantuan SBY untuk mengupayakan bantuan ASKES sehingga dapat meringankan biaya pengobatan untuk penyakit yang ia alami. Memang dalam satu bulan surat kepada SBY itu sudah mendapat balasan berupa fotokopi surat dari Sekretaris Negara (Sekneg) dan Departemen Kesehatan (Depkes) tetapi sampai sekarang tidak jelas kelanjutannya.
“Dalam satu bulan saya sudah dapat jawaban berupa fotokopi surat dari Sekneg dan Depkes tetapi macet sampai sekarang,” kata Nh Dini.
Dengan aktifitas melukis serta menulis jurnal yang ia lakukan saat ini, Nh Dini berharap mendapatkan kesehatan. Begitu sederhana. Tapi hal yang sederhana sekalipun bagi seorang Nh Dini, dengan nama yang telah meng-internasionalnya, tetap saja bukan persoalan sederhana bagi negara ini. Ironis memang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar