Sabtu, 17 Januari 2015

Analisis Wacana Pragmatik pada Naskah Drama “Cermin” karya Nano Riantiarno

Analisis Wacana Pragmatik pada Naskah Drama “Cermin” karya Nano Riantiarno

        
        Latar Belakang

Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu (Allan dalam Putu, 1996).
Saat ini ilmu pragmatik sudah tidak asing lagi di telinga. Ilmu ini muncul untuk menangani ilmu-ilmu kebahasaan lainnya yang mulai "angkat tangan" terhadap tuturan yang secara struktur melanggar kaidah atau tidak sesuai dengan prinsip.
Dalam pragmatik, berbahasa pun juga memiliki kaidah dalam penggunaannya. Kaidah-kaidah ini mengatur antara penutur dan mitra tuturnya. Kaidah kebahasaan ini biasa disebut dengan maksim. Maksim disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai maksin kerja sama.
2. 1  Contoh Analisis Deiksis pada Naskah Drama “Cermin”
 Referensi mencangkup dua hal, antara lain: eksofora dan endofora (Halliday dan Hasan, 1976: 37). Baik di dalam referensi endofora maupun di dalam eksofora, sesuatau yang direferensikan harus bisa diidentifikasi.
2.1.1 Endophora (Dalam Wacana)
Endofora adalah pengacuan terhadap antiseden yang terdapat di dalam teks (intratekstual) (Bayu Rusman Prayitno, 2009: 2).
a.      Anafora
Anafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebutkan terdahulu(Indiyastini, 2006:39).

Contoh analisis dalam naskah drama “Cermin” Karya Nano Riantiarno :
1)      LAKI-LAKI:
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana? Apa aku akan ditemani atau sendirian? (BERBISIK) Apa Su ada disitu……apa dia menungguku disitu?
Penjelasan :
Pada kutipan nomor (1) merupakan contoh anafora yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada kutipan (1) kata “dia” merujuk pada kata “Su”. Contoh tersebut memiliki prinsip bahwa kata pada sebelah kanan merujuk kepada kata sebelumnya (sebelah kiri). Hal itu senada dengan pengertian dari anafora.

2)      LAKI-LAKI:
Sampai mati……. Su! Su! Sunni! Kenapa jadi begini? Kenapa kau pergi? Kenapa aku ada di sini? Kenapa mesti ada hal-hal yang mendorong kita melakukan hal-hal? Kenapa kamu tidak mau menurut? Kenapa waktu kamu masih ada, rasanya semua terang dan jelas. Tanpa kabut. Tiap kupandangi diriku di kaca, maka kulihat ujud seorang laki-laki yang utuh. Lalu sekarang, kau entah ada di mana? Jarak dan tembok memisahkan kita.
Penjelasan :
Pada kutipan nomor (2) merupakan contoh anafora yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada kutipan (2) kata “kau” merujuk pada kata “Sunni”. Contoh tersebut memiliki prinsip bahwa kata pada sebelah kanan merujuk kepada kata sebelumnya (sebelah kiri). Hal itu senada dengan pengertian dari anafora.
b.      Katafora
Katafora adalah salah satu kohesi garamatikal yang berupa satual lingual tertentu yang mengacu pada atuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden disebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian (Indiyastini, 2006:39).

Contoh analisis dalam naskah drama “Cermin” Karya Nano Riantiarno :
1) LAKI-LAKI :
Kau tanamkan bibit di sini. Tumbuh sedikit demi sedikit hingga berbunga, waktu kelopak bunga itu merekah, dia bersuara seperti terompet. Suaranya memekakkan telinga. Dan Sunniii…gemanya! Gemanya melengking!
Penjelasan:
Kutipan di atas merupakan contoh katafora yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) kata “kau” merujuk pada kata “Sunni”, Contoh tersebut sejalan dengan prinsip bahwa kata pada sebelah kiri merujuk kepada kata sesudahnya (sebelah kanan). Hal itu senada dengan pengertian dari katafora.

2.1.2   Eksophora (Luar Wacana)
Eksofora merupakan pengacuan terhadap antiseden yang terdapat di luar bahasa (ekstratekstual), seperti manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya, atau suatu peristiwa (Bayu Rusman Prayitno, 2009: 2).
a.      Persona
Deiksis persona pada dasarnya mencakup pembicara atau orang  pertama, lawan bicara atau orang kedua, dan orang ketiga. Yang menjadi pembicaraan dalam deiksis persona adalah bentuk- bentuk nominal dan pronominal (Purwo, 1984).

orang pertama
orang kedua
orang ketiga
tunggal
aku, saya
(eng)kau, kamu, anda, sodara
Ia, dia, beliau
jamak
kami, kita
kamu (semua), anda (semua), kalian
mereka
(Purwo,1984)
Contoh analisis deiksis persona dalam naskah drama “Cermin” :
1)    LAKI-LAKI :
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana?
Penjelasan :
Kutipan diatas merupakan contoh deiksis persona yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh diatas kata “Aku” merujuk pada tokoh “Laki-Laki”. Contoh diatas menggunakan kata-kata pengganti orang demi menghemat percakapan. 
b.      Penunjuk Benda
Di dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): ini untuk menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur, dan itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara. “Sesuatu” itu bukan hanya benda atau barang melainkan juga keadaan, peristiwa, bahkan waktu.
Di dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): “ini” untuk menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur, dan “itu” untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara. “Sesuatu” itu bukan hanya benda atau barang melainkan juga keadaan, peristiwa, bahkan waktu.
Contoh analisis deiksis penunjuk benda dalam naskah drama “Cermin” :
1)      Laki-Laki:
pisauku…….pisauku………mana belati itu. Ini? Belati akan mengakhiri perasaanmu juga
Penjelasan:
Pada contoh nomor (1) merupakan contoh deiksis penunjuk yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) kata “ini” merujuk pada “pisauku” atau pisau milik tokoh Laki-Laki.
2)      Laki-Laki:
Tapi memang semua itu termasuk dalam perjanjian. Dan kami sudah saling menjanjikannya, dulu waktu dia kukawini. Kenyataan ini mampu kutahan sampai beberapa lamanya, 3 anak. Cuma itu katanya yang bisa kuberikan padanya, ya! Tapi lihat muka anak-anak itu satu persatu kalau mereka masih hidup. Lihat dengan teliti. Seperti siapa mereka? Adakah persamaannya denganku? Sama sekali tidak. Yang sulung entah seperti siapa? Yang kedua entah seperti siapa dan yang ketiga kulitnya hitam pekat dengan mata yang bulat dan rambut keriting kecil-kecil. Anakkukah itu? Anak Su! Aku pernah punya pikiran mungkinkah ada dokter-dokter jahil yang senang menukar-nukar bayi di RS bersalin, atau perawat-perawatnya.
Penjelasan:
Pada contoh nomor (2) merupakan contoh deiksis penunjuk yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (2) kata “itu” merujuk pada 3 anak yang sedang dibicarakan olehtokoh Aku.
c.      Waktu
Deiksis waktu berkaitan dengan waktu relatif  penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca (Kushartanti dkk., 2007). Perwujudan deiksis waktu dalam bentuk adverbial lokatif seperti di sini dan di sana, adverbial demonstrative seperti ini dan itu.
Contoh analisis deiksis waktu dalam naskah drama “Cermin” :
1)      Laki-Laki:
Kekuatan bumi menarik kakiku dalam-dalam, menyeret dan membakarku dalam inti magma yang paling panas! Aku merungkuk, makin merungkuk, Rasa panas yang terkutuk membakar, memadat dalam dada. Menyiksaku tanpa ampun, hingga hari itu tiba, kau tahu seluruh tubuhku gemetar. Panas dan dingin menjadi satu seperti nerapa. Dan kau tahu, kau tahu, kekuatan aneh itu yang memaksaku untuk jadi babi gila.
Penjelasan:
Pada contoh nomor (1) merupakan contoh deiksis penunjuk yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) kata “hari itu” merujuk pada hari dimana kekuatan bumi menarik kakiku (tokoh utama) dalam-dalam, menyeret dan membakarku dalam inti magma yang paling panas.
2)      Laki-Laki:
Tahukah kamu mengapa aku masih tetap bisa menahan diri selama ini? Masih tetap mendampinginya meski jantung perih bukan main? Karena aku mencintai Su! Karena aku sudah bersumpah untuk tetap setia apapun yang sudah dia lakukan.
Penjelasan:
Pada contoh nomor (2) frasa “selama ini” merujuk pada waktu dekat atau belum lama terjadi
d.      Tempat
Deiksis ini merupakan pemberian bentuk kepada tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa atau merujuk pada lokasi, ruang, atau tempat.
Contoh analisis deiksis tempat dalam naskah drama “Cermin”:
1)      Laki-Laki:
Hee……….. Ya! Masih ada. Kukira sudah pergi bersama yang lain-lain. He, aku senang kau masih ada. Di depan situ menatapku. Temanku Cuma kamu sekarang. Di sini pengap. Keringat tak henti-hentinya menyembul dari pori-pori kulit. Aku khawatir kalau persediaan air dalam tubuhku habis, pasti bukan keringat lagi yang keluar tapi darah. Dan kalau darah sudah habis…….. sebuah pintu terbuka lebar-lebar dan aku harus mendorong diriku sendiri untuk bilang ayo masuki ruangan besar di sebaliknya. Ruangan besar dari sebuah gedung yang besar. Ada apa di dalamnya? Perabotan-perabotannya bagus? Jenis kursi-kursinya dibikin dari kayu apa? Jati tua atau mahoni? Karpetnya? Dari India atau Persia?
2)      Sampai mati……. Su! Su! Sunni! Kenapa jadi begini? Kenapa kau pergi? Kenapa aku ada di sini? Kenapa mesti ada hal-hal yang mendorong kita melakukan hal-hal? Kenapa kamu tidak mau menurut? Kenapa waktu kamu masih ada, rasanya semua terang dan jelas. Tanpa kabut. Tiap kupandangi diriku di kaca, maka kulihat ujud seorang laki-laki yang utuh. Lalu sekarang, kau entah ada di mana? Jarak dan tembok memisahkan kita.
Penjelasan:
Pada contoh nomor (1) dan (2) merupakan contoh deiksis tempat yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) dan (2) kata “di sini” merujuk pada tempat yang disinggahi oleh tokoh Aku saat itu, tempat yang pengab dan menyiksa yang sebenarnya hanya ada dalam khayalan sang tokoh utama.


2.2    Contoh Analisis Peranggapan pada Naskah Drama “Cermin”
Dalam ilmu bahasa, peranggapan merupakan tambahan makna yang tidak dinyatakan, atau tersirat dari pengucapan atau penulisan kalimat.
Berikut contoh peranggapan yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno :
1)    Laki-Laki:
Kau tanamkan bibit di sini. Tumbuh sedikit demi sedikit hingga berbunga, waktu kelopak bunga itu merekah, dia bersuara seperti terompet. Suaranya memekakkan telinga. Dan Sunniii…gemanya! Gemanya melengking! Tak tahan aku untuk tidak berbuat apa-apa. Dan bisik-bisik itu. Bisik-bisik yang memerintahkan aku supaya melakukan niatku, musnahkan! Musnahkan Hancurkan! Hancurkan biar jadi abu sekalian. Dari abu kembali jadi abu, kata bisik-bisik itu dalam telinga.
Penjelasan:
Pada kutipan (1) kita dapat beranggapan bahwa penonton juga dapat mendengar bisikan-bisikan yang tokoh aku dengar.
2.3      Contoh Analisis Implikatur pada Naskah Drama “Cermin”
Konsep implikatur ini digunakan untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan (atau diimplikatum) (Nababan, 1928:28).
                        Berikut contoh implikatur yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno:
1)      Laki-Laki:
Buyung……buyung……kenapa kamu begini lucu. Matamu besar bulat dan penuh harapan memandang padaku. Masa depanmu terang? Rambut jagung……halus. Nafasmu sejuk…….waaaaa……
Tidak apa-apa, jangan menangis dulu. Nanti kugantikan popokmu dengan yang bersih biar kau tetap merasa hangat dan tidak masuk angin. Seorang anak mengencingi bapaknya bukankah itu hal yang biasa? Hupa……kalau kau tidak kencing nanti orang mengira kau Cuma boneka plastik. Sudah menghitung satu, orang biasanya hitung-menghitung dua juga, lalu tiga. Istriku membiakkan tiga anak!
Penjelasan :

Pada kutipan di atas merupakan implikatur konvensional. Tokoh laki-laki yang menjadi tokoh utama menyebut anaknya yang bernama Buyung sebagai anak yang lucu. Buyung dikatakan sebagai anak yang lucu karena memiliki mata yang besar dan bulat, rambut keemasan yang diimplikaturkan seperti bulu jagung, sehingga dikatakan “rambut jagung” dan juga halus.

Kesimpulan
Pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno, terdapat beberapa contoh deiksis, peranggapan, dan implikatur. Deiksis pada naskah drama ini ditemukan sebanyak 9 buah, dengan pembagian 1 buah deiksis persona, 2 buah deisis penunjuk, 2 buah deiksis waktu, dan 2 buah deiksis tempat. Sementara itu, peranggapan  pada naskah drama ini ditemukan sebanyak 1 buah, sedangkan implikatur hanya ditemukan 1 buah.



By : Priscilla Putri Elizabeth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar