Latar Belakang
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas
sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di
dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa
ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan
terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu (Allan dalam Putu,
1996).
Saat ini ilmu pragmatik sudah tidak asing lagi di telinga. Ilmu ini muncul
untuk menangani ilmu-ilmu kebahasaan lainnya yang mulai "angkat
tangan" terhadap tuturan yang secara struktur melanggar kaidah atau tidak
sesuai dengan prinsip.
Dalam pragmatik, berbahasa pun juga memiliki kaidah dalam penggunaannya.
Kaidah-kaidah ini mengatur antara penutur dan mitra tuturnya. Kaidah kebahasaan
ini biasa disebut dengan maksim. Maksim disebut sebagai bentuk pragmatik
berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Dalam makalah ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai maksin kerja sama.
2. 1 Contoh
Analisis Deiksis pada Naskah Drama “Cermin”
Referensi mencangkup dua hal, antara lain: eksofora
dan endofora (Halliday dan Hasan, 1976: 37). Baik di dalam referensi endofora
maupun di dalam eksofora, sesuatau yang direferensikan harus bisa
diidentifikasi.
2.1.1 Endophora
(Dalam Wacana)
Endofora adalah pengacuan terhadap antiseden yang terdapat
di dalam teks (intratekstual) (Bayu Rusman Prayitno, 2009: 2).
a.
Anafora
Anafora
adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang
mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di
sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebutkan
terdahulu(Indiyastini, 2006:39).
Contoh
analisis dalam naskah drama “Cermin” Karya Nano Riantiarno :
1) LAKI-LAKI:
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana? Apa aku akan ditemani atau sendirian? (BERBISIK) Apa Su ada disitu……apa dia menungguku disitu?
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana? Apa aku akan ditemani atau sendirian? (BERBISIK) Apa Su ada disitu……apa dia menungguku disitu?
Penjelasan
:
Pada
kutipan nomor (1) merupakan contoh anafora yang terdapat pada naskah drama
“Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada kutipan (1) kata “dia” merujuk pada kata
“Su”. Contoh tersebut memiliki prinsip bahwa kata pada sebelah kanan merujuk
kepada kata sebelumnya (sebelah kiri). Hal itu senada dengan pengertian dari anafora.
2) LAKI-LAKI:
Sampai mati……. Su! Su! Sunni! Kenapa jadi begini? Kenapa kau pergi? Kenapa aku ada di sini? Kenapa mesti ada hal-hal yang mendorong kita melakukan hal-hal? Kenapa kamu tidak mau menurut? Kenapa waktu kamu masih ada, rasanya semua terang dan jelas. Tanpa kabut. Tiap kupandangi diriku di kaca, maka kulihat ujud seorang laki-laki yang utuh. Lalu sekarang, kau entah ada di mana? Jarak dan tembok memisahkan kita.
Sampai mati……. Su! Su! Sunni! Kenapa jadi begini? Kenapa kau pergi? Kenapa aku ada di sini? Kenapa mesti ada hal-hal yang mendorong kita melakukan hal-hal? Kenapa kamu tidak mau menurut? Kenapa waktu kamu masih ada, rasanya semua terang dan jelas. Tanpa kabut. Tiap kupandangi diriku di kaca, maka kulihat ujud seorang laki-laki yang utuh. Lalu sekarang, kau entah ada di mana? Jarak dan tembok memisahkan kita.
Penjelasan
:
Pada
kutipan nomor (2) merupakan contoh anafora yang terdapat pada naskah drama
“Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada kutipan (2) kata “kau” merujuk pada kata
“Sunni”. Contoh tersebut memiliki prinsip bahwa kata pada sebelah kanan merujuk
kepada kata sebelumnya (sebelah kiri). Hal itu senada dengan pengertian dari
anafora.
b.
Katafora
Katafora adalah salah satu kohesi garamatikal yang berupa
satual lingual tertentu yang mengacu pada atuan lingual lain yang mengikutinya,
atau mengacu anteseden disebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru
disebutkan kemudian (Indiyastini, 2006:39).
Contoh
analisis dalam naskah drama “Cermin” Karya Nano Riantiarno :
1) LAKI-LAKI :
Kau
tanamkan bibit di sini. Tumbuh sedikit demi sedikit hingga berbunga, waktu
kelopak bunga itu merekah, dia bersuara seperti terompet. Suaranya memekakkan
telinga. Dan Sunniii…gemanya!
Gemanya melengking!
Penjelasan:
Kutipan
di atas merupakan contoh katafora yang terdapat pada naskah drama “Cermin”
karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) kata “kau” merujuk pada kata “Sunni”,
Contoh tersebut sejalan dengan prinsip bahwa kata pada sebelah kiri merujuk
kepada kata sesudahnya (sebelah kanan). Hal itu senada dengan pengertian dari
katafora.
2.1.2
Eksophora (Luar Wacana)
Eksofora merupakan pengacuan terhadap antiseden yang
terdapat di luar bahasa (ekstratekstual), seperti manusia, hewan, alam sekitar
pada umumnya, atau suatu peristiwa (Bayu Rusman Prayitno, 2009: 2).
a.
Persona
Deiksis persona
pada dasarnya mencakup pembicara atau orang pertama, lawan bicara atau orang
kedua, dan orang ketiga. Yang menjadi pembicaraan dalam deiksis persona
adalah bentuk- bentuk nominal dan pronominal (Purwo, 1984).
|
orang pertama
|
orang kedua
|
orang ketiga
|
tunggal
|
aku, saya
|
(eng)kau, kamu, anda, sodara
|
Ia, dia, beliau
|
jamak
|
kami, kita
|
kamu (semua), anda (semua), kalian
|
mereka
|
(Purwo,1984)
Contoh analisis deiksis persona
dalam naskah drama “Cermin” :
1)
LAKI-LAKI
:
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana?
Apa ada hiasan-hiasan dindingnya? Dari apa? Kuningan apa perunggu? Lampu gantungnya dari kristal? Kamar mandinya bersih, artinya tidak terdapat lipas di sudut-sudutnya. Dapurnya bagaimana? Selalu tersedia makanan hangat dalam lemari? Aku pedagang barang antik, harus tahu secara detail perabotan-perabotan tiap ruangan yang kumasuki. Bagaimana?
Penjelasan :
Kutipan diatas merupakan contoh
deiksis persona yang terdapat pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada
contoh diatas kata “Aku” merujuk pada tokoh “Laki-Laki”. Contoh diatas
menggunakan kata-kata pengganti orang demi menghemat
percakapan.
b.
Penunjuk Benda
Di dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif
(kata ganti penunjuk): ini untuk menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur,
dan itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara. “Sesuatu” itu
bukan hanya benda atau barang melainkan juga keadaan, peristiwa, bahkan waktu.
Di
dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): “ini” untuk
menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur, dan “itu” untuk menunjuk
sesuatu yang jauh dari pembicara. “Sesuatu” itu bukan hanya benda atau barang
melainkan juga keadaan, peristiwa, bahkan waktu.
Contoh analisis deiksis penunjuk
benda dalam naskah drama “Cermin” :
1)
Laki-Laki:
pisauku…….pisauku………mana
belati itu. Ini? Belati akan
mengakhiri perasaanmu juga
Penjelasan:
Pada
contoh nomor (1) merupakan contoh deiksis penunjuk yang terdapat pada naskah
drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) kata “ini” merujuk pada
“pisauku” atau pisau milik tokoh Laki-Laki.
2)
Laki-Laki:
Tapi
memang semua itu termasuk dalam perjanjian. Dan kami sudah saling
menjanjikannya, dulu waktu dia kukawini. Kenyataan ini mampu kutahan sampai
beberapa lamanya, 3 anak. Cuma itu
katanya yang bisa kuberikan padanya, ya! Tapi lihat muka anak-anak itu satu
persatu kalau mereka masih hidup. Lihat dengan teliti. Seperti siapa mereka?
Adakah persamaannya denganku? Sama sekali tidak. Yang sulung entah seperti
siapa? Yang kedua entah seperti siapa dan yang ketiga kulitnya hitam pekat
dengan mata yang bulat dan rambut keriting kecil-kecil. Anakkukah itu? Anak Su! Aku pernah punya pikiran
mungkinkah ada dokter-dokter jahil yang senang menukar-nukar bayi di RS
bersalin, atau perawat-perawatnya.
Penjelasan:
Pada
contoh nomor (2) merupakan contoh deiksis penunjuk yang terdapat pada naskah
drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (2) kata “itu” merujuk pada 3
anak yang sedang dibicarakan olehtokoh Aku.
c.
Waktu
Deiksis waktu berkaitan dengan waktu
relatif penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca
(Kushartanti dkk., 2007). Perwujudan deiksis waktu dalam bentuk adverbial
lokatif seperti di sini dan di sana, adverbial demonstrative seperti ini
dan itu.
Contoh analisis deiksis waktu dalam
naskah drama “Cermin” :
1)
Laki-Laki:
Kekuatan bumi menarik kakiku dalam-dalam, menyeret
dan membakarku dalam inti magma yang paling panas! Aku merungkuk, makin merungkuk, Rasa panas yang
terkutuk membakar, memadat dalam dada. Menyiksaku tanpa ampun, hingga hari itu tiba, kau tahu seluruh tubuhku gemetar. Panas dan dingin
menjadi satu seperti nerapa. Dan kau tahu, kau tahu, kekuatan aneh itu yang
memaksaku untuk jadi babi gila.
Penjelasan:
Pada
contoh nomor (1) merupakan contoh deiksis penunjuk yang terdapat pada naskah
drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) kata “hari itu” merujuk
pada hari dimana kekuatan bumi menarik
kakiku (tokoh utama) dalam-dalam, menyeret dan membakarku dalam inti magma yang
paling panas.
2)
Laki-Laki:
Tahukah
kamu mengapa aku masih tetap bisa menahan diri selama ini? Masih tetap mendampinginya meski jantung perih bukan
main? Karena aku mencintai Su! Karena aku sudah bersumpah untuk tetap setia
apapun yang sudah dia lakukan.
Penjelasan:
Pada
contoh nomor (2) frasa “selama ini” merujuk pada waktu dekat atau belum lama
terjadi
d.
Tempat
Deiksis ini
merupakan pemberian bentuk kepada tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam
peristiwa berbahasa atau merujuk pada lokasi, ruang, atau tempat.
Contoh analisis deiksis tempat dalam
naskah drama “Cermin”:
1)
Laki-Laki:
Hee………..
Ya! Masih ada. Kukira sudah pergi bersama yang lain-lain. He, aku senang kau
masih ada. Di depan situ menatapku. Temanku Cuma kamu sekarang. Di sini pengap. Keringat tak
henti-hentinya menyembul dari pori-pori kulit. Aku khawatir kalau persediaan air
dalam tubuhku habis, pasti bukan keringat lagi yang keluar tapi darah. Dan
kalau darah sudah habis…….. sebuah pintu terbuka lebar-lebar dan aku harus
mendorong diriku sendiri untuk bilang ayo masuki ruangan besar di sebaliknya.
Ruangan besar dari sebuah gedung yang besar. Ada apa di dalamnya?
Perabotan-perabotannya bagus? Jenis kursi-kursinya dibikin dari kayu apa? Jati
tua atau mahoni? Karpetnya? Dari India atau Persia?
2)
Sampai mati……. Su! Su! Sunni!
Kenapa jadi begini? Kenapa kau pergi? Kenapa aku ada di sini? Kenapa mesti ada hal-hal yang mendorong kita melakukan
hal-hal? Kenapa kamu tidak mau menurut? Kenapa waktu kamu masih ada, rasanya
semua terang dan jelas. Tanpa kabut. Tiap kupandangi diriku di kaca, maka
kulihat ujud seorang laki-laki yang utuh. Lalu sekarang, kau entah ada di mana?
Jarak dan tembok memisahkan kita.
Penjelasan:
Pada
contoh nomor (1) dan (2) merupakan contoh deiksis tempat yang terdapat pada
naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno. Pada contoh (1) dan (2) kata “di
sini” merujuk pada tempat yang disinggahi oleh tokoh Aku saat itu, tempat yang
pengab dan menyiksa yang sebenarnya hanya ada dalam khayalan sang tokoh utama.
2.2
Contoh Analisis Peranggapan pada Naskah Drama “Cermin”
Dalam ilmu bahasa, peranggapan merupakan tambahan makna
yang tidak dinyatakan, atau tersirat dari pengucapan atau penulisan kalimat.
Berikut contoh peranggapan yang terdapat
pada naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno :
1)
Laki-Laki:
Kau
tanamkan bibit di sini. Tumbuh sedikit demi sedikit hingga berbunga, waktu
kelopak bunga itu merekah, dia bersuara seperti terompet. Suaranya memekakkan
telinga. Dan Sunniii…gemanya! Gemanya melengking! Tak tahan aku untuk tidak
berbuat apa-apa. Dan bisik-bisik itu. Bisik-bisik yang memerintahkan aku supaya
melakukan niatku, musnahkan! Musnahkan Hancurkan! Hancurkan biar jadi abu
sekalian. Dari abu kembali jadi abu, kata bisik-bisik itu dalam telinga.
Penjelasan:
Pada
kutipan (1) kita dapat beranggapan bahwa penonton juga dapat mendengar
bisikan-bisikan yang tokoh aku dengar.
2.3
Contoh Analisis Implikatur pada Naskah Drama
“Cermin”
Konsep implikatur ini
digunakan untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan (atau
diimplikatum) (Nababan, 1928:28).
Berikut contoh implikatur yang terdapat pada naskah
drama “Cermin” karya Nano Riantiarno:
1)
Laki-Laki:
Buyung……buyung……kenapa
kamu begini lucu. Matamu besar bulat dan penuh harapan memandang padaku. Masa
depanmu terang? Rambut jagung……halus. Nafasmu sejuk…….waaaaa……
Tidak apa-apa, jangan menangis dulu. Nanti kugantikan popokmu dengan yang bersih biar kau tetap merasa hangat dan tidak masuk angin. Seorang anak mengencingi bapaknya bukankah itu hal yang biasa? Hupa……kalau kau tidak kencing nanti orang mengira kau Cuma boneka plastik. Sudah menghitung satu, orang biasanya hitung-menghitung dua juga, lalu tiga. Istriku membiakkan tiga anak!
Tidak apa-apa, jangan menangis dulu. Nanti kugantikan popokmu dengan yang bersih biar kau tetap merasa hangat dan tidak masuk angin. Seorang anak mengencingi bapaknya bukankah itu hal yang biasa? Hupa……kalau kau tidak kencing nanti orang mengira kau Cuma boneka plastik. Sudah menghitung satu, orang biasanya hitung-menghitung dua juga, lalu tiga. Istriku membiakkan tiga anak!
Penjelasan :
Pada kutipan di
atas merupakan implikatur konvensional. Tokoh laki-laki yang menjadi tokoh utama menyebut anaknya yang bernama
Buyung sebagai anak yang lucu. Buyung dikatakan sebagai anak yang lucu karena
memiliki mata yang besar dan bulat, rambut keemasan yang diimplikaturkan
seperti bulu jagung, sehingga dikatakan “rambut jagung” dan juga halus.
Kesimpulan
Pada
naskah drama “Cermin” karya Nano Riantiarno, terdapat beberapa contoh deiksis,
peranggapan, dan implikatur. Deiksis pada naskah drama ini ditemukan sebanyak 9
buah, dengan pembagian 1 buah deiksis persona, 2 buah deisis penunjuk, 2 buah
deiksis waktu, dan 2 buah deiksis tempat. Sementara itu, peranggapan pada naskah drama ini ditemukan sebanyak 1
buah, sedangkan implikatur hanya ditemukan 1 buah.
By : Priscilla Putri Elizabeth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar